Selasa, 19 Mei 2009

Resume Buku "PENDIDIKAN MULTIKULTURAL"

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

A.MULTIKULTURALISME &PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

Pendidikan multikultural menawarkan satu alternatif melalui penerapan strategi dan konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di masyarakat, khususnya yang ada pada siswa seperti keragaman etnis,budaya,bahasa,agama,status social, gender, kemampuan, umur dan ras. Dan yang terpenting, strategi pendidikan ini tidak hanya bertujuan agar supaya siswa mudah memahami pelajaran yang dipelajarinya akan tetapi juga untuk meningkatkan kesadaran mereka agar selalu berperilaku humanis, pluralis dan demokratis. Oleh karena itu seorang guru tidak hanya dituntut untuk menguasai dan mampu secara professional mengajarkan mata pelajaran atau mata kuliah yang diajarkannya. Lebih dari itu seorang pendidik juga harus menanamkan nilai-nilai inti dari pendidikan multikultural seperti demokratis,humanisme dan pluralisme. Dengan menggunakan sekaligus mengimplementasikan strategi pendidikan yang mempunyai visi-misi selalu menegakan dan menghargai pluralisme,demokrasi dan humanisme, diharapkan para siswa dapat menjadi generasi yang selalu menjunjung tinggi moralitas, kedisiplinan, kepedulian humanistic, dan kejujuran dalam berperilaku sehari-hari. Pada akhirnya, diharapkan bahwa permasalahan bangsa ini lambat laun dapat diminimalkan, karena generasi mendatang adalah “generasi multikultural” yang menghargai perbedaan, selalu menegakan nilai-nilai demokrasi, keadilan dan kemanusiaan.

Karakteristik kultur
Karakteristik yang menggambarkan kultur menurut Conrad P.Kottak:
a. Kultur adalah sesuatu yang general dan spesifik sekaligus
b. Kultur adalah sesuatu yang dipelajari
c. Kultrul adalah sebuah symbol
d. Kultur dapat membentuk dan melengkapi sesuatu yang alami
e. Kultrul adalah sesuatu yang dilakukan secara bersama-sama yang menjadi atribut bagi individu sebagai anggota dari kelompok masyarakat
f. Kultur adalah sebuah model
g. Kultur adalah sesuatu yang bersifat adaptif

Berdasarkan beberapa karakteristik kultur diatas maka secara umum dapat dijelaskan bahwa kultur adalah ciri-ciri dari tingkah laku manusia yang dipelajari, tidak diturunkan secara genetis dan bersifat khusus, sehingga kultur pada masyarakat di satu tempat dengan tempat lainnya akan berbeda.

Wilayah kultur
Wilayah kultur lebih menjelaskan posisi dan ruang lingkup kultur yang tidak terbatasi oleh identitas kultur tertentu.
Menurut Conrad P.Kottak, menjelaskan tiga wilayah kultur yang ada di masyarakat:
a. Kultur nasional berbentuk aneka macam pengalaman, sifat dan nilai-nilai yang dipakai oleh semua warga Negara yang berada dalam satu Negara.
b. Kultur Internasional adalah bentuk-bentuk dari tradisi kultural yang meluas melampaui batas-batas wilayah nasional sebuah Negara melalui penyebaran(diffusion), yaitu penggabungan antara dua kultur atau lebih melalui:perkawinan,migrasi,media massa,atau bahkan melalui film.
c. Sub-kultural adalah perbedaan karakteristik kultural dalam satu kelompok masyarakat.

Inkulturisasi dan sosialisasi
Kedua macam proses perkembangan kultur ini adalah inkulturisasi dan sosialisasi. Setiap individu pada tiap-tiap kelompok masyarakat akan menerima kultur yang diturunkan secara turun-temurun dari generasi ke generasi sehingga orang tersebut dapat memahami nilai-nilai yang berlaku dalam kelompoknya. Proses inilah yang kemudian disebut inkulturisasi.
Sedangkan proses pembelajaran secara social dalam kehidupan sehari-hari yang menyebabkan seseorang dapat memahami norma-norma kultural yang berlaku dalam kelompoknya adalah sebuah proses transfer kultur yang disebut sosialisasi.

Etnosentris dan relatifisme kultur
Kita tidak bisa menganggap bahwa adat istiadat dan tingkah laku suatu suku tertentu primitive (etnosentrisme), karena setiap kultur yang ada tidak terlepas dari yang namanya relatifisme kultural yang berarti bahwa tingkah laku dan adat-istiadat yang ada pada kultur orang lain tidak dapat diukur dan dinilai menggunakan standar yang ada pada kultur lainnya.

Prejudis dan stereotip
Prejudis biasanya cenderung melakukan generalisasi dalam melihat dan menilai seseorang atau kelompok lainnya tanpa mempedulikan kenyataan bahwa setiap individu mempunyai cirri-ciri dan karakteristik yang berbeda-beda. Stereotip adalah memberikan penilaian terhadap sifat-sifat sebagai ciri-ciri khusus yang typical dan identical yang ada pada seseorang atau golongan masyarakat tertentu.

Diskriminasi
Unsur lain yang masih terkait dengan kultur adalah masalah diskriminasi, yaitu perlakuan yang tidak adil terhadap orang atau kelompok lain. Diskriminasi mempunyai hubungan erat dengan relasi antar kelompok yang dominan dengan yang minoritas karena perlakuan yang tidak adil, biasanya , sering berasal dari kelompok dominan terhadap kelompok minoritas.

B.MEMBANGUN PARADIGMA KEBERAGAMAAN INKLUSIF
Agama juga sering menjadi pemicu timbulnya konflik. Untuk itu maka sangat perlu untuk membangun upaya-upaya preventif agar masalah pertentangan agama tidak akan terulang lagi di masa yang akan datang. Mengintensifkan forum-forum dialog antar umat beragama dan aliran kepercayaan(dialog antar iman), membangun pemahaman keagamaan yang lebih pluralis dan inklusif, serta memberikan pendidikan tentang pluralisme dan toleransi beragama melalui sekolah adalah beberapa upaya preventif yang dapat diterapkan.
Membangun paradigma keberagamaan inklusif di sekolah

Gambaran masalah:
Seorang guru yang beragama A ketika mengajar mata kuliah sosiologi memberikan penjelasan bahwa krisis ekonomi pada 1997 yang hampir dialamisemua Negara di benua x adalah akibat dari ulah beberapa pengusaha kelas dunia yang beragama B. Lebih lanjut , ia menjelaskan bahwa para pengusaha tersebut sengaja menciptakan krisis di benua x yang mayoritas penduduknya beragama A agar supaya masyarakat yang beragama A selalu berada di bawah control dari agama B.

Penjelasan dari guru yang seperti ini adalah penjelasan yang provokatif. Penjelasan ini dapat membangun kebencian siswa pada pemeluk agama terentu. Seorang guru seharusnya berhati-hati dalam memberikan analisis dari suatu permasalahan. Selain itu harus lebih bijak dalam menanggapi suatu masalah atau penjelasan.

Peran guru dan sekolah dalam membangun paradigma keberagamaan inklusif
Apabila seorang guru mempunyai paradigma pemahaman keberagamaan yang inklusif dan moderat, maka dia juga akan mampu untuk mengajarkan dan mengimplementasikan nilai-nilai keberagamaan tersebut terhadap siswa di sekolah.


Peran guru dalam hal ini meliputi:
a. Seorang guru harus mampu untuk bersikap demokratis, artinya dalam segala tingkah lakunya baik sikap maupun perkataannya tidak diskriminatif atau berlaku tidak adil / membeda-bedakan.
b. Guru seharusnya mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap kejadian-kejadian tertentu yang ada hubungannya dengan agama.

Selain guru, peran sekolah juga sangat penting dalam membangun lingkungan pendidikan yang pluralis dan toleran terhadap semua pemeluk agama. Untuk itu, sekolah sebaiknya memperhatikan langkah-langkah berikut:
1. Sekolah sebaiknya membuat dan menerapkan undang-undang local, yaitu undang-undang sekolah yang diterapkan secara khusus di satu sekolah tertentu.
2. Untuk membangun rasa saling pengertian sejak dini antara siswa-siswa yang mempunyai keyakinan keagamaan yang berbeda-beda maka sekolah harus berperan aktif menggalakan dialog antar iman yang tentunya tetap dalam bimbingan guru di sekolah.
3. Hal yang terpenting dalam penerapan pendidikan multicultural yaitu kurikulum dan buku-buku pelajaran yang dipakai dan diterapkan di sekolah.





C.MENGHARGAI KEBERAGAMAN BAHASA

Ada beberapa definisi tentang bahasa:
a. Bahasa adalah sebuah kumpulan dari bermacam-macam symbol yang dibentuk dengan menggunakan aturan-aturan yang kemudian digunakan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain.
b. Bahasa adalah instrument dari logika yang akan lebih tepat apabila dikatakan sebagai instrument social yang berfungsi sebagai alat untuk berkomunikasi di mana individu dapat bertukar pikiran dan perasaan antara satu dengan lainnya.
Dari pengertian diatas kurang lebih mengandung pengertian yang sama yaitu bahasa merupakan alat manusia untuk berkomunikasi dan berinteraksi antara yang satu dengan lainnya.
Namun demikian, pada perkembangannya bahasa tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk berkomunikasi bagi manusia akan tetapi bahasa juga mampu memasuki wilayah-wilayah yang lebih luas melampaui fungsi utamanya sebagai alat berkomunikasi dan berinteraksi bagi manusia yaitu wilayah politik,social dan budaya.






Kekuatan bahasa
Sebagaimana pengertian bahasa dalam penjelasan diatas, bahasa yang secara umum berfungsi untuk mengungkapkan ide-ide manusia adalah merupakan fungsi bahasa yang telah diakui oleh semua orang. Namun demikian, ada fungsi lain dari bahasa yaitu sebagai kekuatan bahasa itu sendiri. Keberadaan fungsi bahasa ini sering tidak disadari. Fungsi inilah yang oleh Rodman dan Adler dikatakan sebagai kekuatan bahasa, keduanya membagi kekuatan bahasa menjadi delapan kategori, yaitu:
1. Memberi penanaman
Penanaman adalah kekuatan bahasa dimana bahasa dipakai sebagai tanda untuk menyebut sesuatu.
Contohnya: Nama Takeshi adalah nama yang berasal dari suku kata bahasa Jepang.
2. Menunjukan kredibilitas
Bahasa dapt dipakai oleh seseorang untuk mengetahui kredibilitas orang lain yang sedang berbicara.
Contohnya: Ketika seseorang berbicara di muka umum seperti pada seminar, dengan pengucapan yang jelas, intonasi, menggunakan kalimat yang terstruktur dengan baik dan bahasa tubuh yang baik. Orang-orang yang berada di seminar tersebut akan menilai bahwa orang tersebut mempunyai kredibilitas yang baik.
3. Menunjukan status
Bahasa dipercaya mempunyai kekuatan yang dapat menunjukan status pemakainya.
Contohnya: Ketika seseorang menggunakan intonasi yang keras atau kasar maka orang akan menganggap orang tersebut berstatus rendah atau berasal dari golongan bawah.
4. Menunjukan seks atau jenis kelamin
Ciri-ciri biologis antara perempuan dan laki-laki yang berbeda sehingga dalam bahasa Inggris kita bisa menemukan kosa kata yang mempunyai cirri-ciri kelaki-lakian seperti: Policemen,fireman.
Namun sekarang ini sudah diganti kosa katanya menjadi, firefighter,police officer.
5. Membedakan ras
Orang-orang yang menggunakan bahasa Melayu,Cina,Thai, secara umum adalah masuk dalam kategori ras Mongoloid.
6. Menunjukan kekuatan
Seseorang yang menggunakan bahasa dengan ciri-ciri seperti gaya, intonasi bahasa yang “mantap” dan penuh dengan kepercayaan diri, bergaya memberikan perintah pada orang lain, dan dapat membuat orang lain kagum terhadapnya adalah tanda bahwa orang tersebut mempunyai “kekuatan”.
7. Menunjukan adanya keinginan seseorang
Contohnya:seseorang yang ingin menjadi Caleg dalam pidatonya menggunakan janji-janji manis untuk menarik simpati masyarakat.
8. Menunjukan tanggung jawab
Bahasa mempunyai kekuatan untuk menunjukan bahwa seseorang adalah individu yang bertanggung jawab atau tidak.

Aksen dan dialek
Dialek lebih mengacu pada dua hal, yaitu bagaimana seseorang melafalkan kata sekaligus bagaimana seseorang menggunakan tata bahasa. Untuk mengucapkan kata “aku tidak tahu” pengucapan antara orang jawa dan orang batak pelafalannya berbeda. Perbedaan-perbedaan semacam ini penting untuk diketahui dan dipahami karena dalam masyarakat yang multi-dialek dan multi-aksen. Sebagai konsekuensi dari perbedaan aksen dan dialek ini adalah adanya kerentanan terhadap kesalah pahaman yang bisa terjadi pada pengguna bahasa yang sama atau pada pengguna bahasa yang berbeda.
Untuk itu, hal penting yang harus dipahami oleh para pengguna bahasa adalah adanya prinsip bahwa tidak ada satu bahasa pun di dunia ini yang bisa mengklaim sebagai bahasa yang paling baik dari bahasa yang lain.

Komunikasi Non-verbal
Komunikasi non-verbal mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam interaksi antara individu yang satu dengan lainnya, karena jenis komunikasi ini dapat mempengaruhi anggapan dan tanggapan dari partner bicara kita. Poin utama dalam sebuah komunikasi bukan hanya terletak pada ungkapan verbal yang terlihat dan terdengar secara jelas oleh mata dan telinga kita. Emosi,rasa dan pesan-pesan yang tersembunyi yang kemudian termanifestasikan oleh bahasa tubuh merupakan bagian terpenting dari komunikasi tersebut.
Komunikasi non-verbal menurut Gollnick dan Chinn, mempunyai beberapa fungsi untuk mengetahui karakter seseorang, sikap dan kesan partner bicara terhadap apa yang dibicarakannya.
1) Pertama, bahasa non-verbal dapat berfungsi untuk mengetahui karakter lawan bicara.
2) Kedua, bahasa juga berfungsi untuk melihat sikap orang lain terhadap kita dan apa yang kita dibicarakan.
3) Ketiga, begitu juga dengan kesan seseorang terhadap kita dan apa yang dibicarakan bisa diketahui melalui bahasa tubuh.

Namun demikian,ada catatan penting yang harus ditambahkan berkaitan
dengan ketiga fungsi bahasa non-verbal ini diantaranya adalah bahasa non-verbal ini mempunyai karakter yang relative.

Elemen bahasa non-verbal
Ada tiga elemen penting dari bahasa non-verbal ini yaitu:
a. Proxemics adalah bahasa social atau the language of social space. Elemen bahasa non-verbal yang secara social diakui dan digunakan oleh masyarakat sebagai bagian dari bahasa verbal yang tak terpisahkan.
b. Kinesics adalah analisis khusus terhadap bahasa tubuh. Bahasa tubuh ini terdiri dari mimic wajah, gerak-gerik bagian tubuh yang lain seperti bahu, tangan, kaki serta bagian tubuh lainnya yang dapat menyiratkan arti tertentu.
c. Paralanguage adalah segala bentuk suara vocal tetapi non-verbal. Suara vocal ini termasuk kualitas suara, cara-cara pengekspresian bahasa verbal, dan suara-suara yang non verbal seperti tertawa dan menangis yang tidak dikomunikasikan melalui suara akan tetapi terkandung dalam kata-kata yang ada dalam bahasa verbal tersebut.

Bahasa dan kultur
Bahasa mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kultur. Dapat dikatakan bahwa bahasa tidak dapat dipisahkan dengan kultur, karena kultur itu sendiri merupakan bagian dari bahasa dan begitu juga sebaliknya.

Menghargai Keragaman Bahasa di Sekolah
Bagian ini juga menampilkan pembahasan tentang peran sekolah dan guru dalam membangun sikap dan pemahaman siswa terhadap keragaman bahasa di sekitarnya.

Gambaran masalah:
Seorang mahasiswa menjadi sedikit bingung ketika makalah yang ia tulis penuh dengan coretan tinta merah yang diberikan dosennya. Bukan hanya coretan yang membuat ia bingung, nilai jelek yang ia dapat dari dosennya makin membuatnya stress. Padahal isi yang ia tulis dalam makalah sudah mengikuti panduan yang ada.

Dalam melihat kejadian ini, seorang guru atau dosen seharusnya tidak hanya memberikan coretan terhadap karya tulis siswa. Namun,sangatlah penting bagi guru atau dosen untuk memberikan catatan apa yang harus diperbaiki dan bagaimana cara memperbaikinya. Di sisi lain, guru juga harus dapat membedakan kritik terhadap substansi karya tulis siswa dengan kritik terhadap bahasa dan gaya penulisan siswa. Selain itu, pemberian semangat menjadi sangat penting agar siswa selalu berusaha memperbaiki kualitas bahasa dan isi dalam karya tulisnya.

Peran guru dan sekolah dalam menghargai keragaman bahasa
Ada beberapa poin penting yang harus dilakukan oleh seorang guru:

1) Pertama, Guru harus mempunyai wawasan yang cukup tentang bagaimana seharusnya menghargai keragaman bahasa. Wawasan ini adalah dasar utama yang harus dimiliki seorang guru agar segala sikap dan tingkah lakunya menunjukan sikap yang egaliter dan selalu menghargai perbedaan bahasa yang ada. Dengan sikap yang demikian, diharapkan lambat laun para peserta didik juga akan mempelajari dan mempraktekan sikap yang sama
2) Kedua, Guru harus mempunyai sensifitas yang tinggi terhadap masalah-masalah yang menyangkut adanya diskriminasi bahasa yang terjadi di dalam kelas maupun di luar kelas.

Peran sekolah dalam mengantisipasi beberapa persoalan diskriminasi diatas sangat penting. Langkah utama yang penting yang harus dilakukan oleh sekolah adalah membuat dan menerapkan undang-undang sekolah. Undang-undang yang melarang segala bentuk diskriminasi bahasa seperti mentertawakan, mengejak bahasa orang lain (termasuk unsur-unsur kebahasaan lainnya seperti aksen dan sialek) di sekolah tersebut.
D.MEMBANGUN SIKAP SENSITIV GENDER

Dalam pendidikan multikultural, pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis untuk membangun kesadaran masyarakat (peserta didik) tentang pentingnya menjunjung tinggi hak-hak perempuan dan membangun sikap anti diskriminasi terhadap kaum perempuan. Dalam hal ini, ada langkah-langkah pokok yang harus di perhatikan oleh guru dan sekolah agar penanaman nilai-nilai tentang persamaan hak dan anti diskriminasi terhadap kaum perempuan dapat berjalan dengan efektif dan tepat.
Sering guru mempunyai peran yang sangat penting dalam membangun kesadaran siswa terhadap ninai-nilai kesetaraan gender dan sikap anti diskriminasi terhadap kaum perempuan di sekolah. Agar aksi ini dapat berjalan dengan baik, ada beberapa langkah yang harus diperhatikan oleh guru:
1. Mempunyai wawasan yang cukup tentang kesetaraan gender. Seorang guru seharusnya mempunyai wawasan dasar yang cukup tentang kesetaraan gender.
2. Tindakan dan sikap anti diskriminasi gender. Dalam hal ini, seorang guru tidak hanya dituntut untuk memahami secara textual arti dan nilai-nilai keadilan gender, tetapi dia juga dituntut untuk mampu mempraktekan nili-nilai tersebut secara langsung di kelas atau sekolah.
3. Sensitif terhadap permasalahan gender. Seorang guru harus sesnsitif dalam melihat adanya diskriminasi dan ketidakadilan gender di dalam maupun di luar kelas.
E.MEMBANGUN PEMAHAMAN KRITIS TERHADAP KETIDAKADILAN DAN PERBEDAAN STATUS SOSIAL

Stratifikasi social itu sendiri, sebenarnya merupakan akibat ketidaksamaan posisi dan tempat secara social di dalam masyarakat yang berbentuk pengkategorian yang berbeda-beda, sehingga kesempatan untuk mendapatkan akses tertentu seperti social,ekonomi dan politik menjadi berbeda. Stratifikasi social ini adalah sebuah fenomena social. Sebuah label stratifikasi social bukan merupakan karakter yang dibawa manusia sejak lahir atau disebabkan oleh kekuatan supranatural yang datang dari luar kemampuan manusia. Stratifikasi social lebih merupakan akibat dari perbuatan manusia yang dilakukan sekarang atau masa lalu. Dapat juga dikatakan bahwa generasi-generasi awal kita bisa menyebabkan keberhasilan atu kehancuran generasi yang akan datang ( Ritzer,1991).

Unsur-unsur stratifikasi social
Weber menjelaskan, bahwa didalam startifikasi social terdapat tiga unsur pokok, yaitu :

a. Kelas (class)
Kelas adalah ranking social dalam masyarakat yang diukur berdasarkan factor-faktor dan nilai-nilai ekonomi. Mark membagi kelas menjadi empat kategori, antara lain:

1. Kelompok capitalist, merupakan kelompok atau seseorang yang menguasai dan mempunyai alat-alat produksi itu sendiri. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah mereka para pemegang saham,investor dan konglomerat.
2. Kelas borgouis, adalah kelompok yang sejajar dengan kelas kapitalis. Dikatakan sejajar, karena kelompok ini masih mempunyai ketergantungan pada kaum kapitalis lantaran tidak menguasai dan tidak mempunyai alat-alat produksi maupun produk sebagai hasil dari produksi itu sendiri. Orang-orang yang termasuk dalam kelompok ini adalah para manajer bisnis kelas tinggi.
3. Kelas ploretariat atau kelompok pekerja kasar, merupakan golongan orang-orang yang menjual tenaga kasar mereka kepada kaum kapitalis dengan upah yang amat rendah.
4. Lumpen ploretariat, yang merupakan kelompok dari orang-orang yang lemah karena sistim yang ada. Yang masuk dalam golongan ini adalah para pengangguran permanent, seperti orang sakit mental, dan orang jompo.
b. Status (status)
Status adalah ranking social yang didasarkan pada prestis (prestige) seperti gengsi, maupun martabat dan wibawa di dalam kehidupan bermasyarakat, status ini pada umumnya didasarkan pada tiga kategori: seperti pekerjaan, ideology dan keturunan.


c. Pengaruh (power)
Power merupakan rangking social yang diukur dari sejauh mana seseorang mampu mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu seperti yang dia inginkan. Dalam hal ini , tidak semua orang kaya dan orang berstatus tinggi mempunyai kekuatan mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu. Namun demikian, orang yang mempunyai status dan posisi kelas social yang tinggi mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk mempengaruhi orang lain.

Problem kesejahteraan social
1) Pengangguran dan kemiskinan
2) Korupsi dan aparat Negara
3) Korupsi dan penegakan hokum

F.MEMBANGUN SIKAP ANTI DISKRIMINASI ETNIS

Keragaman etnis adalah kenyataan yang harus diterima oleh umat manusia. Adanya pluralitas suku, tentunya, tidak harus membuat umat manusia yang berasal dari etnis dan ras berbeda menjadi terpecah belah dan saling memusuhi. Meskipun dalam sejarah unat manusia, ada banyak hal yang memilukan oleh adanya pertentangan ras dan etnis.



Etnis, lebih didasarkan pada ciri-ciri sosio-kultural seperti agama, bahasa, asal, suku, asal Negara, dan tata cara hidup sehari-hari. Contohnya, ada seorang anak keturunan Belanda, berkulit putih dan bermata biru, tinggal bersama keluaraga Bali sejak kecil. Dia hidup dan tumbuh dewasa mengikuti kultur Bali. Maka anak tersebut tidak bisa disebut ber-etnis Belanda, tetapi lebih layak untuk disebut ber-etnis Bali.

Membangun sikap anti diskriminasi etnis di Sekolah
Salah satu langkah penting yang dikaji dalam poin bahasan ini adalah bagaimana membangun sikap saling menghargai antar etnis yang dimulai melalui institusi sekolah.

Gambaran masalah:
Sehari setelah terjadi kerusuhan antara etnis Madura dan Dayak di Sampit Kalimantan tengah, seorang guru SMA di Jawa Timur, memulai pelajaran Fisika sebagaimana biasanya. Guru tersebut, begitu masuk kelas, langsung memulai pelajarannya tanpa menyinggung sedikitpun tragedi menyakitkan yang sedang menimpa dua saudara sebangsanya di seberang pulau. Padahal,tidak menutup kemungkinan, beberapa murid yang berada di kelas tersebut juga mempunyai saudara atau sahabat yang turut menjadi korban dalam kerusuhan tersebut.




Berkaitan dengan gambaran ini, guru tersebut seharusnya tidak bersikap demikian. Seharusnya, dia dapat menunjukan simpati dan keprihatinanya atas jatuhnya korban jiwa dalam peristiwa itu dengan cara meluangkan sebagian waktu mengajarnya untuk mendoakan para korban. Langkah lain yang perlu dilakukan sepatutnya yaitu menjelaskan bahwa dalam kehidupan ini , sesame warga Indonesia harus saling menghargai perbedaan yang ada. Selain itu, harus dijelaskan pula bahwa kekerasan tidak perlu dilakukan. Guru harus menjelaskan bahwa kerukunan dan persaudaraan harus dibangun untuk menciptakan kedamaian antar sesama manusia. Dan kejadian itu tidak perlu terulang kembali.

Peran guru dan sekolah dalam membangun sikap anti diskriminasi etnis
Guru berperan sangat penting dalam menumbuhkan sensitivitas anti diskriminasi terhadap etnis lain di sekolah. Beberapa langkah yang bisa ditempuh antara lain:

1. Pertama, Setiap guru sebaiknya mempunyai pemahaman dan wawasan yang cukup tentang sikap anti diskriminasi etnis. Pemahaman dan wawasan seperti ini dapat diperoleh dengan cara belajar sendiri atau mendapatkan pelatihan secara khusus dari pihak sekolah.
2. Kedua, Guru sebaiknya mempunyai sensitivitas yang kuat terhadap gejala-gejala terjadinya diskriminasi etnis, sekecil apapun bentuknya, yang terjadi di kelas atau di luar kelas.


3. Ketiga, Seorang guru diharapkan dapat memberikan contoh secara langsung melalui sikap dan tingkah lakunya yang tidak memihak atau tidak berlaku diskriminatif terhadap siswa yang mempunyai latar belakang etnis atau ras tertentu.

Untuk mendukung langkah-langkah guru dalam membangun sikap anti diskriminasi etnis, peran sekolah juga sangat menentukan dalam hal ini. Bebrapa langkah penting yang sebaiknya dilakukan pihak sekolah agar siswa dapat secara langsung belajar meningkatkan sensitifitasnya untuk bersikap menghargai etnis lain di sekolah:
a. Pertama, sekolah sebaiknya membuat dan menerapkan peraturan atau UU sekolah yang dapat mendorong tumbuhnya kesadaran siswa untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang menjurus pada bentuk-bentuk diskriminasi terhadap etnis atau ras tertentu.
b. Kedua, sekolah sebaiknya berperan aktif dalam membangun pemahaman dan kesadaran siswa tentang pentingnya sikap menghargai dan anti diskriminasi terhadap etnis lainnya, dengan cara membuat pusat kajian atau forum dialog untuk menggagas hubungan yang harmonis antar etnis.
c. Ketiga, sekolah sebaiknya memberikan pelatihan khusus pada guru, staff administrasi, satpam dan seluruh pihak yang berkepentingan secara langsung dengan sekolah tentang bagaimana memahami, menghormati dan bersikap yang manusiawi, adil dan demokratis terhadap etnis lainnya.
d. Keempat, sekolah sebaiknya menerapkan kurikulum yang bermuatan pengembangan sikap anti diskriminasi terhadap etnis lain. Atau paling tidak ada muatan sikap anti diskriminasi terhadap siapa pun (umat manusia).

G.MENGHARGAI PERBEDAAN KEMAMPUAN

Problem diffable dalam pendidikan multicultural
Memahami bahwa perbedaan kemampuan yang ada pada orang-orang yang mempunyai kemampuan berbeda (diffable) adalah bagian dari multikulturalisme. Sebab kita harus menyadari bahwa setiap individu yang dinyatakan sehat fisik secara medik, masih saja mempunyai perbedaan kemampuan fisik (kelemahan-kelemahan fisik). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa perbedaan kemampuan ini ada pada semua orang, terlepas dari apakah dia diffable atau non-diffable.
Bagi individu yang sehat secara fisik atau non-diffable, pada umumnya perbedaan kemampuan yang ada pada dirinya tidak terlalu kelihatan. Mereka dapat melakukan kegiatan seperti melihat, berjalan, memegang, berlari, dan berbagai aktivitas lain sebagaimana umumnya orang sehat. Akan tetapi kalau kita perhatikan dengan cermat, kemampuan mereka pada prinsipnya berbeda-beda. Contohnya, seseorang yang kedua kakinya sehat biasanya dapat berjalan dengan baik, akan tetapi bila kita teliti lebih jauh, ternyata kemampuan berjalan mereka berbeda-beda. Ada orang yang dapat berjalan jauh, dalam beberapa jam , tidak merasa lelah, sedangkan seseorang yang lain hanya mampu berjalan beberapa meter, dalam beberapa menit sudah merasa lelah.
Disisi lain, perbedaan kemampuan pada seseorang yang kurang sehat fisiknya atau diffable akibat kecelakaan atau bawaan sejak lahir. Kondisi seperti ini kemudian menyebabkan perbedaan kemampuan pada seseorang yang fisiknya kurang sehat atau diffable dapat terlihat dengan jelas. Selain perbedaan kemampuan secara fisik di atas, perbedaan kemampuan lain yang sering luput dari perhatian kita adalah perbedaan kemampuan non-fisik seseorang, seperti gangguan mental dan tingkat kecerdasan rendah. Berkaitan dengan hal tersebut diatas, pendidikan multicultural perlu memberikan adanya upaya-upaya untuk menumbuhkan pemahaman dan sikap siswa agar selalu menghormati , menghargai dan melindungi hak-hak orang lain yang mempunyai perbedaan kemampuan. Upaya ini hanya dapat dilakukan apabila seorang guru atau dosen mempunyai wawasan yang cukup tentang hal tersebut, maka murid-muridnya juga diharapkan akan mempunyai pandangan dan sikap yang sama terhadap mereka yang mempunyai kemampuan berbeda (diffable) itu.









Ada empat pokok persoalan terkait dengan problem diffable dalam pendidikan multikultural ini :
1. Pertama, Disability
Dissability adalah sebuah kosa kata bahasa Inggris. Di dalam kamus Longman, kata tersebut diartikan “sebuah kondisi fisik dan mental yang dapat membuat seseorang kesulitan dalam mengerjakan sesuatu yang mana orang kebanyakan dapat mengerjakannya dengan mudah”. Sebuah yayasan social di Inggris Physically Impaired Against Segregration (UPIAS) dalam manifesto-nya yang berjudul Fundamental Principle Of Disability (1976) mempunyai dua definisi yang berkaitan dengan disable :
1) Impairment, yang mereka definisikan sebagai kekurangan-kekurangan fisik, organ atau mekanisme kerja tubuh yang tidak dalam kondisi sebagaimana mestinya.
2) Disability, sebagai keadaan yang merugikan atau keterbatasan yang dibuat oleh kelompok masyarakat yang mempunyai kepentingan temporer bagi orang-orang yang mempunyai kekurangan fisik dan sekaligus pengucilan bagi mereka untuk berpartisipasi dalam beraktifitas secara social.
2. Kedua, Perbedaan kemampuan dan konstruksi social
Kita sering menemui adanya pandangan yang sedap terhadap kalangan diffable. Keadaan ini bisa saja muncul akibat dari kebiasaan yang ada di masyarakat dalam melihat mereka.. Misalnya pada zaman dulu hingga saat ini ada kepercayaan bahwa anak yang lahir dengan beberapa “kelemahan fisik atau non-fisik” adalah akibat dari adanya “kutukan” atau “balasan” atas tindakan-tindakan tidak “senonoh” yang dilakukan oleh orang tuanya. Ketika ada seseorang ibu mengandung maka suami dari ibu tersebut atau ibu itu sendiri dilarang melakukan hal-hal tertentu. Seperti menyembelih atau melakukan tindak kekerasan terhadap binatang. Untuk meminimalkan anggapan buruk seperti diatas maka perlu adanya perubahan pemikiran dan anggapan dari masyarakat maupun pemerintah itu sendiri.

3. Ketiga, Beberapa macam perbedaan kemampuan
Para ahli psikolog, membagi diffability atau perbedaan kemampuan menjadi
beberapa kategori. Menurut The Individuals With Disabilities Education Act (IDEA
1992), dalam Gollnick dan Chinn (1999), ada sebelas pengkategorian diffable :
1. Keterbatasan kemampuan dalam belajar adalah terbatasanya kemampuan individu (peserta didik) dalam melakukan aktifitas.
2. Gangguan dalam berbicara atau berbahasa adalah gangguan atau keterbatasan kemampuan berbicara pada peserta didik yang disebabkan adanya gangguan-gangguan terhadap organ berbicara, mereka mengalami kesulitan ketika berbicara, mereka mengalami kesulitan yang kemudian menyebabkan bicaranya tidak lancer (gagap).
3. Keterlambatan perkembangan mental adalah keterlambatan perkembangan kemampuan intelektual pada peserta didik.
4. Gangguan emosi serius adalah gangguan pada emosi individu yang diakibatkan oleh pengalaman buruk atau situasi lingkungan yang tidak menyenangkan.
5. Ketidakmampuan ganda adalah gangguan tiadak mampu melakukan beberapa aktifitas tertentu akibat mempunyai dua atau lebih kekurangan fisik maupun non-fisik.
6. Gangguan pendengaran adalah gangguan pada organ pendengaran sehingga kualitas pendengaran orang tersebut lemah dibandingkan orang normal.
7. Gangguan pada susunan tulang adalah gangguan susunan bentuk tulang seseorang yang menyebabakan susunan tulang yang berbeda dengan orang lain yang susunanya sehat dan normal.
8. Tuli dan buta adalah gangguan pada organ penglihatan dan pendengaran sehingga menyebabkan seseorang buta dan tuli.
9. Gangguan penglihatan adalah gangguan pada organ penglihatan sehingga kemampuan penglihatannya terganggu dan tidak normal.
Seperti rabun senja, buta warna dan lainnya.
10. Gangguan jiwa terutama pada pada usia anak-anak (autism). Hal ini sebenarnya adalah gangguan jiwa yang menyebabkan anak-anak mendapatkan kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain , keluarganya dan lingkungannya.
11. Rasa trauma adalah rasa trauma untuk melakukan hal tertentu , karena hal tersebut telah menyebabkan gangguan (rasa sakit, cacat) termasuk penderita epilepsi.

Dalam menghadapi orang-orang (peserta didik) tersebut diatas diharapkan
bahwa kita terutama para pendidik , dapat menggunakan strategi khusus seperti adanya penekanan bersikap sabar dan menggunakan media khusus.
4. Keempat,Bagaimana sebaiknya menghadapi diffable?
Ada beberapa cara agar tingkah laku kita tidak diskriminatif terhadap
mereka :
1. Pertama, yang harus kita lakukan adalah menenamkan kesadaran diri bahwa mereka terlahir seperti itu atas kehendak ALLAH, dan kita tidak boleh memandang rendah mereka.
2. Kedua, menanamkan sikap sabar dan telaten dalam menghadapi orang yang mempunyai kemampuan berbeda tersebut.
3. Ketiga, memberi semangat dan pujian kepada mereka.
4. Keempat, bersikap wajar.
5. Kelima, membimbing kearah positif.




Membangun sikap anti diskriminasi terhadap perbedaan kemampuan di sekolah

Gambaran masalah :
Seorang ibu guru yang sedang mengajar mata pelajaran matematika pada siswa kelas enam di sebuah sekolah dasar menghardik salah seorang murid, sebut saja si A karena kesulitan untuk menangkap penjelasannya lebih dari tiga kali. Ketika marah terhadap anak tersebut, tanpa ia sadari mengeluarkan kata-kata yang tidak sepatutnya dikatakan oleh seorang pendidik. Dengan nada sangat kesal si ibu guru berucap “kamu ini kenapa, sudah saya jelaskan empat kali masih saja tidak paham…bisa mikir apa tidak sih, lihat itu…semua teman-temanmu sudah dapat memahami, tapi kamu masih saja belum !”. Si A hanya bisa menundukan kepala di hadapan guru-nya tersebut.

Seorang guru seperti dalam gambaran masalah ini seharusnya tidak serta merta begitu saja memarahi dan menyalahkan si A yang sulit untuk memahami penjelasannya . Dia seharusnya memahami bahwa masing-masing siswa mempunyai kemampuan yang berbeda. Ada siswa yang daya tangkapnya cepat dan ada pula yang lambat ketika menerima penjelasan guru. Apabila seorang guru mempunyai pemahaman seperti ini tentunya kejadian seperti yang ada dalam gambaran masalah ini tidak harus terjadi.

Peran guru dan sekolah dalam membangun sikap anti diskriminasi terhadap perbedaan kemampuan

Guru mempunyai peran yang sangat penting dalam membangun sikap siswa agar selalu menghargai orang lain, terutama terhadap mereka yang mempunyai kemampuan yang berbeda. Oleh karena itu, agar peran guru tersebut dapat dimanfaatkan dengan maksimal, maka perlu kiranya untuk menerapkan langkah-langkah berikut ini.
1. Guru harus mempunyai wawasan dan pemahaman yang baik tentang pentingnya sikap anti diskriminasi terhadap orang-orang yang mempunyai perbedaan kemampuan. Dengan cukupnya wawasan guru tentang hal tersebut, maka diharapkan mereka akan mampu menjadi penggerak utama yang akan membangun kesadaran siswa untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang diskriminatif terhadap mereka, para diffable, dan terhadap mereka yang “normal”.
2. Guru sebagai penggerak utama kesadaran siswa agar selalu menghindari sikap yang diskriminatif terhadap diffable diharapkan mampu mempraktekan wacana anti diskriminasinya secara langsung di dalam dan di luar kelas termasuk juga di luar sekolah.
3. Guru sebaiknya mempunyai sensitivitas yang tinggi apabila melihat adanya diskriminasi yang berkaitan dengan perbedaan kemampuan ini.
Selain guru, sekolah yang memiliki peran yang penting dalam membangun sikap anti diskriminasi. Agar sekolah mampu menjadi institusi yang mampu membangun sikap siswa untuk selalu menghargai orang lain yang mempunyai kemampuan yang berbeda, maka langkah-langkah berikut ini penting untuk diaplikasikan.
a. Pertama, Sekolah sebaiknya membuat dan menerapkan undang-undang atau peraturan sekolah yang menekankan bahwa sekolah menerima para peserta didik yang “normal” dan mereka yang mempunyai kemampuan yang berbeda.
b. Kedua, Sekolah sebaiknya menyediakan kebutuhan-kebutuhan dan pelayanan-pelayanan khusus.
c. Ketiga, Sekolah juga sebaiknya menerapkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan siswa diffable dan non-diffable.
d. Keempat, Sekolah sebaiknya memberikan pelatihan bagi guru-guru maupun staff di sekolah tersebut tentang bagaimana cara bersikap dan cara menghadapi siswa diffable dan non-diffable di sekolah tersebut.


H.MENGHARGAI PERBEDAAN UMUR

Kekerasan pada anak
Menurut Gollnick dan Chinn (1998), ada empat bentuk kekerasan anak seperti:
a. Kekerasan fisik, pada anak adalah kekerasan yang biasanya lebih berbentuk tingkah laku orang lain yang menyakiti fisik seorang anak.
b. Kekerasan seksual, yaitu mengikutsertakan anak dalam kegiatan seksual yang pada dasarnya anak tersebut tidak mau mengikuti atau melakukannya secara sadar atau tidak. Bentuk dari kekerasan ini yang sering terjadi, yaitu pemerkosaan, pelecehan seksual.
c. Kekerasan emosional, yaitu melukai emosi anak yang mengakibatkan perkembangan jiwanya terganggu, sehingga kehilangan rasa percaya diri, mengalami trauma psikis dan emosi yang terganggu seperti mudah marah, mudah tersinggung, pribadi yang tertutup suka menyendiri.
d. Pengabaian hak-hak anak, yaitu tidak dipenuhinya hak-hak anak berupa meteril maupun non materil, hak-hak materil anak yaitu hak anak untuk mendapatkan makanan, pakaian, dan tempat berlindung yang layak dan sehat. Sedangkan hak non-materil yaitu adalah hak untuk mendapatkan perhatian, kasih sayang orang tua, serta pendidikan yang layak.

Menerapkan Undang-undang anti diskriminasi terhadap anak
Dalam hal ini, sebenarnya pemeritah sudah membuat beberapa Undang-undang yang melindungi hak-hak anak, Undang-undang dasar 1945 pasal 28 B ayat 2, yang berbunyi Bahwa, “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Dan Undang-undang tentang pengadilan Hak-hak Azasi Manusia 2000 dan Undang-undang HAM 1999 yang dari pasal 51 hingga pasal 66 mengtur dan menjelaskan penjaminan atas hak-hak anak untuk mendapatkan segala kebutuhannya, baik kebutuhan materil ataupun non-materil. Adanya undang-undang tersebut apabila diterapkan secara serius maka bukan tidak mungkin pelanggaran hukum yang berupa diskriminasi terhadap anak di negeri ini dapat diminimalkan. Namun pemerintah dalam hal ini masih jauh dari yang kita harapkan.

Membangun sikap anti diskriminasi umur di sekolah
Sekolah dan guru mempunyai peran yang sangat strategis dalam membangun pemahaman dan sikap yang anti terhadap segala bentuk diskriminasi umur.
Gambaran masalah :
Seorang dosen, yang mengajar mata kuliah sosiologi politik pada sebuah perkuliahan, tiba-tiba berkata “kamu itu siapa,masih “bau kencur” begitu kok berani-beraninya mengatakan teori A kurang tepat, saya saja yang belajar sosiologi politik mulai S1 hingga S3 belum begitu paham dengan teori A”, ketika ada seorang mahasiswa semester 1 menyangkal penjelasan yang diutarakannya tentang teori A. Mahasiswa tersebut, yang memang baru kali ini mendengar penjelasan tentang teori A, terdiam mendengar perkataan dosen yang ternyata tidak seperti yang diharapkannya.

Sikap seorang pendidik dalam menanggapi pernyataan mahasiswa tidak seharusnya demikian. Terlepas apakah pernyataan mahasiswa tersebut salah atau benar, dosen seharusnya tidak mengeluarkan pernyataan yang justru mengecilkan semangat mahasiswanya. Terlebih lagi, dalam pernyataanya dia mengatakan sesuatu yang mengindikasikan adanya diskriminasi terhadap mahasiswanya yang memang masih muda, baik dari sisi usia maupun pengalaman belajarnya. Ungkapan, “kamu itu siapa, masih bau kencur begitu…”, seharusnya tidak di ungkapkan oleh pendidik yang menghormati adanya perbedaan umur dan pengalaman belajar.





Peran guru dan sekolah dalam membangun sikap anti diskriminasi umur
Sekolah harus menerapkan peraturan atau Undang-undang yang intinya menyatakan bahwa segala bentuk diskriminasi terhadap umur tertentu adalah dilarang keras di sekolah/kampus tersebut dan mewajibkan kepada siswa untuk selalu saling memahami dan menghormati perbedaan umur yang ada di sekitar mereka. Selain itu sekolah sebaiknya tidak memberikan batasan umur tertentu bagi seseorang yang akan masuk dan belajar di sekolah tersebut, apabila yang bersangkutan mempunyai kemauan dan kemampuan seperti yang telah diatur dalam Undang-undang sekolah atau Negara.
Guru juga harus mempunyai wawasan yang cukup tentang nilainya sikap anti diskriminasi terhadap kelompok umur tertentu. Dengan pemahaman dan wawasan yang cukup tentang pentingnya sikap yang tidak diskriminatif terhadap orang lain yang berbeda umur diharapkan dapat mempermudah guru untuk memberikan contoh dan bimbingan bagaimana seharusnya bersikap pada orang lain yang umurnya berbeda. Misalnya guru harus dapat memberikan perhatian yang sama terhadap murid-muridnya tanpa harus membedakan anak yang lebih tua dengan yang lebih muda.

Kesimpulan
Krisis multidimensi yang dialami negeri ini, diakui atau bukan merupakan bagian dari problem kultural yang salah satunya adalah keragaman kultur yang ada dalam masyarakat kita. Keragaman itu sendiri adalah rahmat Tuhan yang di anugerahkan pada bangasa dan negeri ini. Karena dengan begitu,kita semua dapat saling mengenal dan bahu membahu dalam membangun sebuah negeri.
Selain itu kita harus menghargai dan menghormati segala perbedaan yang ada.