Senin, 16 Maret 2009

i)pendidikan layanan khusus

a.Artikel 1

Pendidikan Layanan Khusus untuk Daerah-daerah Bencana

Jakarta, Kompas - Model pendidikan di daerah pascabencana gempa bumi dan tsunami Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Sumatera Utara (Sumut) hendaknya disertai kebijaksanaan dan perlakuan khusus, mengingat situasinya sangat tidak normal dibandingkan daerah-daerah lainnya. Perlakuan serupa juga harus diberikan kepada daerah-daerah yang sebelumnya dilanda gempa bumi, seperti Alor di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nabire di Papua.

Pendidikan layanan khusus bisa diwujudkan antara lain dengan membangun sekolah berasrama atau pesantren. Terhadap siswa dan mahasiswa yang kehilangan dokumen dalam melanjutkan pendidikan, seperti ijazah dan rapor, harus diberikan kemudahan administratif.

Demikian kesimpulan Rapat Kerja Komisi X DPR dengan Menteri Pendidikan Nasional di Gedung MPR/DPR Senayan, Jakarta, Kamis (13/1). Rapat yang dipimpin Ketua Komisi X DPR Heri Akhmadi tersebut secara khusus membahas langkah-langkah penanganan pascabencana alam di NAD dan Sumut, serta Papua dan NTT.

Pada kesempatan itu, Mendiknas Bambang Sudibyo antara lain didampingi Sekjen Depdiknas Baedhowi, Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Indra Djati Sidi, dan Dirjen Pendidikan Tinggi Satryo Soemantri Brodjonegoro.

Wakil Ketua Komisi X DPR Anwar Arifin menegaskan, pendidikan layanan khusus di daerah bencana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 32 Ayat (2) berbunyi: pendidikan layanan khusus diberikan kepada peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.

Berkaitan dengan itu, Mendiknas telah menyiapkan langkah-langkah penanganan jangka pendek (1-6 bulan) dan jangka panjang (4-5 tahun). Penanganan jangka pendek bertujuan memulihkan kembali kelangsungan proses pembelajaran dalam situasi darurat. Tahapan ini mencakup pendidikan formal (persekolahan) dan non formal (luar sekolah).

Pada jalur formal, Depdiknas sedang membangun sekolah tenda dengan kapasitas 40 orang per kelas. Setiap kelas ditangani tiga orang guru. Sekolah darurat didirikan di sekitar lokasi pengungsian sehingga kegiatan belajar-mengajar sudah bisa dimulai paling lambat 26 Januari 2005.

Guru bantu

Khusus untuk wilayah NAD, Depdiknas juga segera mengisi kekurangan tenaga guru yang meninggal akibat bencana. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Indra Djati Sidi mengatakan, pada tahap awal, guru bantu yang ditugaskan di NAD tidak lain adalah para guru bantu yang baru saja dikontrak untuk daerah itu.

"Kebetulan, pada akhir 2004, di NAD telah dikontrak sekitar 3.000 guru bantu. Untuk sementara mereka itulah yang diterjunkan mengisi kekurangan guru di daerahnya," ujar Indra.

Ia menambahkan, jumlah yang dibutuhkan untuk bertugas di sekolah-sekolah darurat di sekitar kamp pengungsi sekitar 2.800 orang. Daripada gegabah mengontrak guru bantu baru, akan lebih efektif jika guru yang sudah telanjur dikontrak tadi difungsikan secara optimal.

Lagi pula, secara sosio-kultural, para guru bantu tersebut sudah paham situasi masyarakat Aceh. Peran ganda mereka sangat dibutuhkan untuk membangkitkan semangat hidup para murid dan guru agar bisa melupakan trauma bencana.

"Jika nanti ternyata masih dibutuhkan tambahan guru bantu, tentu ada perekrutan guru bantu sesuai jumlah yang dibutuhkan," ujar Indra.

Jumlah yang dibutuhkan disesuaikan dengan jumlah sekolah darurat maupun sekolah permanen yang didirikan pascabencana. Sekolah darurat maupun sekolah permanen yang dibangun itu mungkin hanya 70-80 persen jumlahnya dari sekolah yang rusak. Sebab, dua-tiga sekolah yang kekurangan murid dapat digabung jadi satu.

Pada jalur nonformal, Depdiknas dan para relawan dalam situasi darurat belakangan ini memberikan layanan pendidikan untuk membangkitkan semangat hidup para korban di kamp-kamp pengungsi. Layanan yang dimaksud berupa program pendidikan anak usia dini bagi usia 0-6 tahun, taman bacaan masyarakat bagi anak usia 7-18 tahun, serta kecakapan hidup bagi usia 18 tahun ke atas.

Kepada pers seusai rapat, Mendiknas Bambang Sudibyo mengatakan, ujian akhir pada setiap jenjang pendidikan di daerah bencana akan tetap dilakukan. Karena situasinya tidak normal, waktu ujian akhir dan standar soalnya tentu dirancang khusus.

Meski begitu, Mendiknas mengisyaratkan akan tetap menerapkan standar angka kelulusan secara nasional. "Ibarat net untuk main voli, standar kelulusan itu harus tetap distandarkan. Kalau netnya kerendahan, semua orang nanti bisa men-smash," katanya.

Guna menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang bahaya gempa dan tsunami, Komisi X meminta Depdiknas memperkaya muatan kurikulum SD hingga perguruan tinggi mengenai langkah antisipasi.

Berkait dengan penggunaan anggaran untuk pemulihan kegiatan pendidikan, Komisi X menekankan prinsip kehati- hatian. Depdiknas diminta melaporkan secara rinci jumlah dan asal bantuan serta rencana alokasinya. Paling lambat Februari 2005, Depdiknas diminta mengajukan rencana menyeluruh dari rehabilitasi dan rekonstruksi sarana dan prasarana pendidikan di daerah-daerah bencana.

b.Artikel 2


SOSIALISASI SUBSIDI PENDIDIKAN KHUSUS DAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS

DI KABUPATEN/KOTA SE NUSA TENGGARA TIMUR

Kegiatan Sosialisasi Program Perluasan dan Peningkatan Mutu Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus berlangsung selama 3 (tiga) hari mulai dari tanggal 12 s/d 14 April 2007 bertempat di UPTD PKB Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Nusa tenggara Timur Jln. Perintis Kemerdekaan Kota Baru Kupang. Kegiatan ini dibuka oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Nusa Tenggara Timur, Bapak Ir. Thobias Uly, M. Si.

Kegiatan ini berlangsung lancar dan tertib dengan jumlah peserta 105 orang dengan melibatkan unsur-unsur Kepala Sekolah/Guru SLB, Sekolah Terpadu, Penyelenggara Akselerasi, Komite Sekolah dan Staf Sub Dinas PLBK Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Tujuan pemberian subsidi ini adalah untuk mewujudkan perluasan dan pemerataan pendidikan melalui kesempatan memperoleh pendidikan, meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan melalui penyelenggaraan pembelajaran yang bermutu, mendorong sekolah untuk melaksanakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan di sekolah serta mendorong dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan.
Para peserta sosialisasi menyambut baik adanya pemberian subsidi dari Pemerintah baik Pusat maupun Daerah guna mendukung pemerataan Wajar Dikdas 9 Tahun dan menyediakan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus (PK dan PLK) yang semakin merata dan berkualitas.

c.Artikel 3

pENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS(ANAK JALANAN)

JAKARTA, RABU - Bagi kalangan kelas menengah ke atas, menikmati hiburan live music menjelang pergantian tahun merupakan hiburan yang menyenangkan. Namun bagi anak-anak jalanan yang biasa berprofesi sebagai pengamen, hingar bingar live music justru mengurangi pendapatan mereka hari ini.

Ketika ditemui di kawasan Tebet Utara Dalam, enam orang anak jalanan yang biasa beroperasi di sejumlah kafe yang memang berjejer di ruas jalan Tebet Utara Dalam sedang bercengkerama di trotoar di pertigaan ujung jalan ini. Hingar bingar live music dari Comic Cafe, Burger and Grill dan sejumlah kafe lainnya memaksa mereka harus diam.

“Nggak boleh ngamen. Dimarahin ama penjaganya,” ujar Harupin (9).

Teman-temannya, Doni (6), Iwan (10) dan Riswan (11) sibuk mencoba terompet tahun baru yang baru saja mereka peroleh dari penjual terompet di tempat itu dengan cuma-cuma.

Sementara itu, teman lainnya Oki (11) dan Doni (10) menyusul kemudian. Doni yang berumur 10 tahun mengaku sering mengamen di daerah ini dengan intensitas tak tentu. Sekali-kali bisa saja pindah ke daerah lain atau justru di kereta rel listrik (KRL) ekonomi. Seharinya, sekitar Rp 10.000-20.000 bisa mereka kantongi. Jika ngamen bertiga, tentu saja uangnya harus dibagi tiga.

Menjelang 2009, tak ada satupun dari mereka yang mengungkapkan harapan khusus yang mereka inginkan. Bahkan, Doni yang ayah ibunya tidak akur hingga pisah rumah hanya terdiam ketika ditanya mengenai rencananya di tahun depan.

“Apa ya? Nggak tau,” ujarnya lalu diam. Nggak ingin sekolah? “Oh iya, mau,” tandas Doni meralat jawabannya.

“Nggak mungkin,” seru Harupin yang memang agak usil.

Meski gelap malam menyamarkan senyum simpul Doni, senyumnya melanjutkan tekad yang baru saja diucapkannya. Asal saja, kesempatan pun segera diberikan kepada anak-anak tidak mampu seiring dengan peningkatan anggaran pendidikan menjadi 20 persen oleh pemerintah.

d.artikel 4

Sentra Pendidikan Layanan Khusus Ditambah


Pada tahun 2007, pemerintah berencana menambah dan mengembangkan sentra pendidikan layanan khusus, terutama di wilayah-wilayah bekas bencana, terpencil, dan perbatasan. Upaya ini merupakan bagian penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, khususnya dari jalur pendidikan luar biasa.

Hal tersebut disampaikan Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa Direktorat Jenderal Dikdasmen Depdiknas, Eko Djatmiko, ditemui di sela-sela acara Spirit, ”Kreasi Gemilang Anak-anak Luar Biasa Indonesia", di Bandung, Kamis (16/11). Acara tahunan ini menghadirkan ratusan anak-anak berkebutuhan khusus dari 33 provinsi se-Indonesia.

Eko menjelaskan, sentra-sentra pengembangan yang dimaksud diantaranya wilayah Nunukan (Kalimantan Timur), Natuna (Kepulauan Riau), Sangihe Talaud (Sulawesi Utara), dan Rondo (NAD). Daerah-daerah yang menjadi pilot project ini dipilih berdasarkan permintaan dan analisis kebutuhan daerah.

”Program (pendidikan layanan khusus atau PLK) ini memang terbilang baru. Setahun terakhir bergulirnya. Sesuai dengan UU Sisdiknas, khususnya Pasal 31, PLK ini ditujukan bagi siswa-siswa yang berada di daerah pelosok, terpencil, komunitas adat terpencil (KAT), daerah konflik, maupun bekas bencana alam,” ungkapnya.

Berbeda dengan pendidikan luar sekolah (PLS), sasaran PLK ini adalah siswa-siswa usia wajar dikdas 9 tahun. Keunikan dari program ini, metoda pengajarannya tidak melulu bersifat akademis atau kognitif. Melainkan, dipadukan dengan pembekalan life skill yang tentunya disesuaikan potensi anak didik.

Tahun 2006 ini, PLK ini diujicobakan di sedikitnya 12 daerah yang ada di tanah air, diantaranya Lampung, Medan, Batam, Makassar, Sulawesi Tengah dan Mataram. Di antara sejumlah sentra, lokasi pengungsian di Atambua (Nusa Tenggara Timur) dan KAT Suku Anak Dalam (Jambi) menjadi salah satu indikator keberhasilan program.

Menurut Eko, program strategis ini diharapkan bisa efektif membantu pencapaian target wajar dikdas, khususnya di daerah yang sulit terjangkau pendidikan jalur reguler. ”Tahun 2006 ini, saya berutang 54.000 anak difabel usia sekolah (wajar dikdas) yang tidak bersekolah. Padahal, jumlah ini baru sepertiga dari seluruh siswa pendidikan khusus,” ujarnya kemudian.

Anggaran ditingkatkan

Untuk mendukung rencana tersebut, Depdiknas mengimbanginya dengan pengajuan penambahan alokasi anggaran dalam APBN 2007 mendatang. Kenaikannya, mencapai 35 persen dari tahun sebelumnya, yaitu menjadi Rp 365 miliar. Dari total Rp 365 miliar anggaran PSLB, 30 persen diantaranya ditujukan untuk PLK.

Agus Prasetyo, penanggung jawab sebuah PLK yang beroperasi di daerah bencana khususnya NAD, menyambut baik penambahan alokasi anggaran tersebut. ”Ini tentunya sangat baik. Bisa mendukung operasional dan pengembangan kualitas tutor. Apalagi, selama ini kegiatan (PLK) ini sifatnya sukarela. Padahal, jangkauan daerah sangat luas,” ucapnya.(JON)


e.Artikel 5

Mendiknas: Anak Berkebutuhan Khusus Perlu Dibekali Keterampilan


Yogyakarta, Pelita
Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo mengatakan anak berkebutuhan khusus selain diberi pengetahuan akademik, keagamaan dan budi pekerti, juga perlu dibekali dengan berbagai keterampilan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya.
Berbagai keterampilan itu diharapkan menjadi bekal bagi anak berkebutuhan khusus saat memasuki kehidupan di masyarakat, kata menteri dalam sambutan yang dibacakan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Suyanto, Senin (27/8) saat membuka Lomba Jambore dan Gebyar Siswa Sekolah Luar Biasa Tingkat Nasional 2007 di gedung olahraga Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).
Pembukaan Lomba Jambore dan Gebyar Siswa Sekolah Luar Biasa Tingkat Nasional 2007 yang juga dihadiri Wakil Gubernur DIY Paku Alam IX itu akan berlangsung hingga 30 Agustus.
Menurut Mendiknas, anak berkebutuhan khusus hingga saat ini memberikan kontribusi cukup besar terhadap belum tercapainya pengentasan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang ditargetkan hingga 2009. Karena itu layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus tetap diprioritaskan pada tingkat pendidikan dasar.
Seperti dilansir Antara, ia mengingatkan, Undang-Undang (UU) Nomor 4/1997 tentang Penyandang Cacat menyatakan bahwa setiap penyandang cacat memiliki kesempatan dan hak sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan, yang tidak hanya dalam bidang pendidikan, tetapi juga kehidupan inklusif yang penuh kedamaian, kebersamaan dan keadilan.
Pada prinsipnya setiap warga negara dalam kondisi dan situasi apa pun memiliki hak sama untuk memperoleh pendidikan bermutu yang dapat mengembangkan potensi sesuai bakat dan kemampaunnya, katanya.
Sedangkan UU Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengisyaratkan bahwa pendidikan luar biasa dengan paradigma baru tidak hanya menangani warga negara yang memikili kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan sosial, tetapi juga warga negara dengan tingkat kecerdasan istimewa, atau selama ini dikenal sebagai pendidikan khusus.
Dalam konteks yang lebih luas, pendidikan luar biasa juga memberikan layanan pendidikan kepada warga negara yang berada di wilayah terpencil dan terbelakang atau mereka yang dalam kondisi dan situasi tertentu mengalami kesulitan memperoleh pendidikan layak. Di sini yang perlukan adalah pendidikan layanan khusus, katanya.
Diikuti 1.056 siswa
Lomba prestasi dan kreativitas siswa Pendidikan Khusus (PK) dan Pendidikan Layanan Khusus (PLK) tingkat nasional 2007 ini diikuti 1.056 siswa luar biasa dari 33 provinsi di Indonesia.
Siswa luar biasa yang mengikuti lomba tingkat nasional tersebut terdiri dari siswa yang menderita ketunaan, siswa yang memiliki kecerdasan istimewa, dan siswa dengan bakat istimewa, kata Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sugito.
Tujuan lomba prestasi ini adalah untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa anak-anak yang memiliki kekurangan ternyata juga memiliki kelebihan yang patut dihargai.
Lomba yang dipertandingkan oleh siswa tunanetra dari Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) dan Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) adalah lomba menyanyi. Sedangkan siswa tunarungu dari SDLB, SMPLB, dan Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB) masing-masing akan mengikuti lomba melukis, mengarang, dan \'modelling\'.
Sementara itu, siswa tunagrahita dari SDLB akan mengikuti lomba kemampuan merawat diri,dan bagi tunagrahita dari SMALB akan dipertandingkan lomba lari 50 meter.
Siswa-siswa tunadaksa dan tunalaras dari SDLB dan SMALB akan unjuk kebolehan mereka dalam bidang akademis melalui lomba cerdas cermat matematika dan ilmu pengetahuan alam, katanya.
Ia mengatakan, dalam ajang ini siswa-siswa dengan kecerdasan dan bakat istimewa juga diberi kesempatan untuk menunjukkan keistimewaannya melalui berbagai lomba yang akan digelar.
Bagi siswa dengan kecerdasan khusus dari SD, SMP, dan SMA akan digelar lomba cerdas cermat IPA dan aritmatika, cerdas cermat MIPA, dan lomba bahasa Inggris. Sedangkan mereka yang memiliki bakat istimewa akan berkompetisi dalam lomba menulis bahasa Inggris, membaca bahasa Inggris, menerjemahkan bahasa Inggris, lomba atletik, festival band, dan modelling.
Selain kegiatan berupa lomba-lomba, dalam ajang tersebut juga akan ditampilkan kreativitas seni siswa SD, SMP, SMA, dan SLB, ucapnya.

f.artikel 6

Kelas Layanan Khusus Kurang Siswa


SURABAYA - Proses rekrutmen siswa kelas layanan khusus (KLK) masih berjalan hingga September 2008. Namun tak banyak masyarakat yang mengetahui program penjaringan anak yang belum sekolah atau putus sekolah, pada usia 8-14 tahun ini. Padahal KLK sudah berjalan sejak 2004 lalu di SDN Pegirikan I, SDN Wonokusumo XII, dan SDN Keputih. Kasie Kurikulum dan Pembinaan TK-SD Dinas Pendidikan (Dindik) Kota Surabaya Eko Prasetyoningsih mengatakan SDN Keputih baru 2009 ini menjalankan KLK. Namun, tidak banyak orang tahu keberadaan KLK tersebut. “Kurang sosialisasi. Akibatnya, masih banyak anak putus sekolah di Surabaya,” ujar Eko, Kamis (24/7). Cara perekrutan siswa pun tergolong unik. Yaitu dari mulut ke mulut yang memberdayakan kegiatan arisan di RT dan RW. Tak luput, guru, kepala sekolah, dan teman sebaya.Siswa KLK dibebaskan dari biaya sekolah. Tiap anak mendapat bantuan sebesar Rp 65.000 dari Dindik Kota Surabaya yang diwujudkan dalam bentuk perlengkapan sekolah. Seperti seragam, tas, sepatu, dan kaus kaki. “Jika ada anak usia tujuh tahun ditemukan, dia segera dimasukkan ke kelas reguler. Bukan KLK, sebab usianya masih masuk usia wajib belajar".

g.artikel 7


Anak-anak TKI Kesulitan Dapat Layanan Pendidikan


JAKARTA - Anak-anak TKI yang berada di luar negeri kini sulit mendapatkan layanan pendidikan seperti di Indonesia. Selain persoalan dana, kebijakan negara setempat menjadi hambatan untuk mendirikan sekolah seperti di Indonesia.
Untuk itu, Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa akan menggunakan dana APBN Perubahan 2007 sebesar Rp 25 miliar untuk meningkatkan pelayanan pendidikan anak-anak Indonesia di luar negeri, khususnya anak-anak TKI yang sangat sulit mendapat pendidikan.
Menurut Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa pada Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Mandikdasmen) Departemen Pendidikan Nasional Eko Djatmiko Sukarso, selain pendanaan dan kebijakan pendidikan di negara setempat, jumlah murid yang terbatas di tiap negara juga menyebabkan sekolah semacam itu perlu penanganan lebih khusus.
Hingga kini pemerintah baru bisa mendirikan 14 sekolah khusus bagi anak-anak Indonesia di luar negeri.
''Jumlah sekolah Indonesia di luar negeri memang masih terbatas. Bahkan di Damaskus, sebuah ruang kelas digunakan untuk melayani murid TK, SD, hingga SMA secara bersamaan karena jumlah muridnya sedikit,'' kata Eko di Jakarta, Rabu (20/6).
Dikatakan, ke-14 sekolah Indonesia tersebar di Asia, Eropa, dan Afrika, di antaranya di Kuala Lumpur (Malaysia), Bangkok (Thailand), Davao (Filipina), Tokyo (Jepang), Yangoon (Myanmar), Jeddah dan Riyadh (Arab Saudi), Kairo (Mesir), Denhaag (Belanda), Damaskus (Siria), Moskow (Rusia), Beograd (Yugoslavia) dan Wassenar (Belanda).
Relatif Sedikit
Eko menjelaskan, dari jumlah itu, sekolah-sekolah yang memakai sistem pendidikan yang sama dengan di Indonesia relatif sedikit, bahkan mungkin hanya sekolah di Kuala Lumpur.
''Kendala utama, pemerintah bersangkutan melarang berdirinya sekolah-sekolah semacam itu. Selain itu, karena jumlah siswanya terbatas, maka satu kelas kerap diisi oleh berbagai tingkatan usia dan kelas,'' ujarnya.
Karena itu, tambah Eko, sekolah-sekolah semacam itu dianggap lebih cocok jika menggunakan sistem pendidikan layanan khusus atau pendidikan khusus.
Dia menjelaskan, untuk meningkatkan pendidikan layanan khusus bagi sekolah Indonesia di luar negeri, maka pada tahun 2007 Depdiknas melalui Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa akan menyalurkan dana yang berasal dari APBN Perubahan 2007.
''Layanan pendidikan ini termasuk bagi anak-anak tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri seperti di Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Jeddah yang akan memperoleh pendidikan layanan khusus (PLK) atau sekolah khusus mulai 2007".



h.artikel 8

SOSIALISASI SUBSIDI PENDIDIKAN KHUSUS DAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS
DI KABUPATEN/KOTA SE NUSA TENGGARA TIMUR



Kegiatan Sosialisasi Program Perluasan dan Peningkatan Mutu Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus berlangsung selama 3 (tiga) hari mulai dari tanggal 12 s/d 14 April 2007 bertempat di UPTD PKB Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Nusa tenggara Timur Jln. Perintis Kemerdekaan Kota Baru Kupang. Kegiatan ini dibuka oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Nusa Tenggara Timur, Bapak Ir. Thobias Uly, M. Si.
Kegiatan ini berlangsung lancar dan tertib dengan jumlah peserta 105 orang dengan melibatkan unsur-unsur Kepala Sekolah/Guru SLB, Sekolah Terpadu, Penyelenggara Akselerasi, Komite Sekolah dan Staf Sub Dinas PLBK Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Tujuan pemberian subsidi ini adalah untuk mewujudkan perluasan dan pemerataan pendidikan melalui kesempatan memperoleh pendidikan, meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan melalui penyelenggaraan pembelajaran yang bermutu, mendorong sekolah untuk melaksanakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan di sekolah serta mendorong dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan.
Adapun sekolah-sekolah yang mendapatkan bantuan subsidi adalah sebagai berikut :
SLB Negeri Pembina Kupang
SDLB Negeri Kupang
SLB Asuhan Kasih Kupang
SLB Negeri Oelmasi Kab. Kupang
SLB Negeri Nunumeu Soe
SDLB Negeri Benpasi
SLB Negeri Tenubot Belu
SLB Negeri Rote Ndao
SDLB Negeri Mebung Alor
SDLB Negeri Beru Maumere
SLB/C Bakti Luhur
SLB Negeri Ende
SLB Negeri Bajawa
SLB/A Karya Murni Ruteng
SLB/B Karya Murni Ruteng
SDLB Negeri Tenda Ruteng
SDLB Negeri Waingapu
SLB Negeri Waikabubak
SDN Batuplat 2
TK Terpadu Assumpta
SMP Negeri 1 Kupang Tengah
SMP Negeri 2 Kupang (Akselerasi)
SMPK St. Theresia Kupang (Akselerasi)
SMAK Giovani Kupang (Akselerasi)
SMA Mercusuar Kupang (Akselerasi)
SMA Negeri 1 Kupang
SMA Negeri 1 Kupang Timur
SMP Negeri 1 Soe
SMP Negeri 1 Maumere
SMP Negeri 2 Ruteng
SMAK Setya Bakti Ruteng (Akselerasi)
SMAK St. Fransisikus Zaverius
SMA Negeri 1 Waingapu (Akselerasi)
Para peserta sosialisasi menyambut baik adanya pemberian subsidi dari Pemerintah baik Pusat maupun Daerah guna mendukung pemerataan Wajar Dikdas 9 Tahun dan menyediakan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus (PK dan PLK) yang semakin merata dan berkualitas.

i.artikel 9

Pendidikan layanan khusus (kala suara anak jalanan teredam)

JAKARTA,Bagi kalangan kelas menengah ke atas, menikmati hiburan live music menjelang pergantian tahun merupakan hiburan yang menyenangkan. Namun bagi anak-anak jalanan yang biasa berprofesi sebagai pengamen, hingar bingar live music justru mengurangi pendapatan mereka hari ini.
Ketika ditemui di kawasan Tebet Utara Dalam, enam orang anak jalanan yang biasa beroperasi di sejumlah kafe yang memang berjejer di ruas jalan Tebet Utara Dalam sedang bercengkerama di trotoar di pertigaan ujung jalan ini. Hingar bingar live music dari Comic Cafe, Burger and Grill dan sejumlah kafe lainnya memaksa mereka harus diam.
“Nggak boleh ngamen. Dimarahin ama penjaganya,” ujar Harupin (9).
Teman-temannya, Doni (6), Iwan (10) dan Riswan (11) sibuk mencoba terompet tahun baru yang baru saja mereka peroleh dari penjual terompet di tempat itu dengan cuma-cuma.
Sementara itu, teman lainnya Oki (11) dan Doni (10) menyusul kemudian. Doni yang berumur 10 tahun mengaku sering mengamen di daerah ini dengan intensitas tak tentu. Sekali-kali bisa saja pindah ke daerah lain atau justru di kereta rel listrik (KRL) ekonomi. Seharinya, sekitar Rp 10.000-20.000 bisa mereka kantongi. Jika ngamen bertiga, tentu saja uangnya harus dibagi tiga.
Menjelang 2009, tak ada satupun dari mereka yang mengungkapkan harapan khusus yang mereka inginkan. Bahkan, Doni yang ayah ibunya tidak akur hingga pisah rumah hanya terdiam ketika ditanya mengenai rencananya di tahun depan.
“Apa ya? Nggak tau,” ujarnya lalu diam. Nggak ingin sekolah? “Oh iya, mau,” tandas Doni meralat jawabannya.
“Nggak mungkin,” seru Harupin yang memang agak usil.
Meski gelap malam menyamarkan senyum simpul Doni, senyumnya melanjutkan tekad yang baru saja diucapkannya. Asal saja, kesempatan pun segera diberikan kepada anak-anak tidak mampu seiring dengan peningkatan anggaran pendidikan menjadi 20 persen oleh pemerintah
.



j.artikel 10


Upaya Pemberian Layanan Pendidikan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Anak adalah buah hati dalam setiap keluarga. Tanpa anak, keluarga akan terasa sepi, gelap, dan tanpa warna. Tak heran jika ketemu teman lama yang pertama kali terlontar adalah pertanyaan berapa anakmu sekarang? Bukan berapa mobilmu, rumahmu atau yang lainnya. Sering terdengar ungkapan anak adalah titipan dari yang Maha Pencipta, maka peliharalah dengan sebaik-baiknya, berilah tempat yang paling baik, jadikanlah manusia yang berguna karena anak itu terlahir suci adanya seperti kertas putih. Bagaimana kertas itu menjadi penuh warna tergantung pada orang tua dan lingkungan yang akan memberi warna maupun coretan pada kertas tersebut. Interaksi anak dengan orang tua ketika di rumah, dengan guru dan teman ketika di sekolah dan dengan tetangga atau orang lain ketika di masyarakat akan membentuk berbagai karakter dalam diri anak tersebut. Ada yang pendiam, periang, egois, peramah, cerdas, bodoh, pemurung, sosial dan sebagainya. Semua karakter-karakter ini tentunya sebagai akibat dari proses pewarnaan pada diri anak. Pada mulanya, pengertian anak berkebutuhan khusus adalah anak cacat, baik cacat fisik maupun mental. Anak-anak yang cacat fisik sejak lahir, seperti tidak memiliki kaki atau tangan yang sempurna, buta warna, atau tuli termasuk anak berkebutuan khusus. Pengertian anak berkebutuhan khusus kemudian berkembang menjadi anak yang memiliki kebutuhan individual yang tidak bisa disamakan dengan anak yang normal. Pengertian anak berkebutuhan khusus tersebut akhirnya mencakup anak yang berbakat, anak cacat, dan anak yang mengalami kesulitan. Selama ini cara pandang terhadap anak berkebutuhan khusus, masih negatif maka pemenuhan hak anak berkebutuhan khusus juga belum dapat memperoleh hak yang sama dengan masyarakat lainnya. Persamaan hak sebenarnya telah diatur dengan berbagai perangkat perundangan formal, tetapi permasalahannya tidak adanya sanksi yang jelas terhadap pelanggaran peraturan yang ada, sehingga masih banyak anak-anak berkebutuhan khusus yang belum memperoleh haknya. Sehubungan dengan itu maka guru sebagai ujung tombak pendidikan formal perlu memberikan layanan secara optimal bagi semua siswa termasuk anak berkebutuhan khusus. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan mendasar yang hendak ditelaah dalam makalah ini adalah bagaimana upaya memberikan hak-hak anak berkebutuhan khusus? 3. Tujuan dan Manfaat Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan upaya memberikan hak-hak anak berkebutuhan khusus. Penyusunan makalah ini bermanfaat secara teoretis, untuk mengkaji upaya dalam memberikan hak-hak anak berkebutuhan khusus. Secara praktis, bermanfaat bagi: (1) para pendidik untuk memperhatikan dan memberikan pelayanan pada anak berkebutuhan khusus, (2) mahasiswa agar memahami cara memberikan pelayanan pada anak berkebutuhan khusus.

B. PEMBAHASAN

Always say you yes for children. Selalu berkatalah ya pada anak. Jarang didapati guru yang demikian ini. Rata-rata mereka melarang siswa-siswanya melakukan sesuatu. Contoh jangan manjat pagar nanti jatuh, jangan main api nanti terbakar dan sebagainya. Padahal siswa saat melakukan hal tersebut pada kondisi senang dengan hal baru, menemui keasyikan dan mencoba untuk belajar dari hal tersebut. Pada tarap belajar inilah nantinya akan timbul suatu kreativitas pada diri siswa tersebut. Mereka akan berhenti jika ternyata api itu panas, ataupun tidak akan melakukan lagi ketika mereka jatuh dari suatu pagar tersebut. Larangan-larangan semacam ini tentunya dapat mematikan kreativitas siswa. Siswa akan selalu dalam lingkaran ketidaktahuan, ketakutan, tidak berani mencoba sesuatu yang baru. Namun kadang guru sendiri tidak menyadari akan hal ini. Seharusnya untuk hal-hal baru seperti diatas siswa diberi kesempatan untuk mencoba melakukan sementara guru tetap memberi pengawasan sehingga siswa dapat bereksperimen dengan aman. Guru tidaklah selalu bersikap sebagai petugas hukum di lingkungan sekolah. Di mana biasanya guru yang membuat peraturan. Kemudian mereka pula yang memberi sanksi atau hukuman pada siswanya, jika siswa melakukan suatu kesalahan, misalnya dengan disuruh lari mengitari halaman, berdiri di depan kelas, memukul dengan sabuk atau tindakan lain yang lebih mengarah pada hukuman fisik. Sebenarnya guru dapat bersikap lebih demokratis pada siswa, mencoba membicarakan dengan siswa hal-hal apa saja yang baik dapat mereka lakukan, mana yang baik dan mana yang tidak. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya dan mengklarifikasi antara hal yang baik dan yang tidak untuk kemudian disusun sebagai suatu peraturan secara bersama dan demokratis. Dalam menentukan hukuman hendaknya juga dengan sikap yang demokratis. Cobalah siswa untuk menentukan hukuman sendiri sebagai sikap pertanggungjawaban terhadap kesalahannya dan tidak akan mengulanginya lagi. Guru harus mampu menyediakan media untuk siswanya sebagai upaya untuk menelurkan siswa yang cerdas dan kreatif. Pernyataan tersebut selaras dengan teori teori pendekatan ekologis dan genetis yang diungkapkan oleh Spiel (1994), Oerter (1992), Scarr&Mc. Cartney (1982). Menurut pandangan mereka, perkembangan siswa selalu berupa interaksi antara bakat (genotip) dan lingkungan. Setidaknya ada tiga hasil interkasi genotip dan lingkungan (Kartono, tahun 1995:119). Pertama, adanya hasil interaksi genotif-lingkungan yang bersifat pasif. Hal ini timbul karena guru memberi lingkungan yang sesuai dengan bakat mereka sendiri. Misalnya guru yang gemar musik akan selalu memberikan lingkungan musik pada siswanya sehingga siswa sejak awal hidup dalam lingkunga musik tersebut. Kedua, hasil interaksi genotif-lingkungan yang bersifat evokatif . Hal ini timbul karena siswa dengan bakat berbeda-beda menimbulkan berbagai macam reaksi terhadap lingkungan sosialnya. Contohnya siswa masa usia sekolah sering melakukan hal-hal yang seenaknya saja sehingga menimbulkan perhatian pada orang lain yang mempengaruhi perilakunya sendiri lagi. Ketiga, hasil interaksi genotif-lingkungan yang bersifat aktif. Hal ini timbul karena seseorang memilih lingkungan yang cocok dengan pribadinya sendiri. Kebanyakan terjadi pada usia remaja dan sering dilakukan bersama-sama dengan pencarian identitas ego atau citra diri atau jati diri. Terkait dengan hal di atas, ada beberapa landasaran yuridis formal yang mendasari upaya untuk memberikan hak-hak pada anak berkebutuhan khusus, diantaranya yaitu : 1. UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dan 2 tentang hak mendapat pendidikan. 2. UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Pasal 3, 5 dan 32 tentang pelayanan pendidikan khusus. 3. UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak pasal 48, 49, 50, 51, 52, 53 4. UU No. 4 tahun 1997 pasal 5 tentang penyandang cacat. 5. Deklarasi Bandung (Nasional) "Indonesia menuju pendidikan inklusif" 8-14 Agustus 2004. Sejalan dengan hal tersebut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 20 November 1989 menetapkan konfensi hak anak termasuk di dalamnya hak anak yang berkebutuhan khusus, di antaranya: 1. Dalam deklarasi Hak-hak Asasi Manusia Sedunia, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah dinyatakan bahwa masa kanak-kanak berhak memperoleh pemeliharaan dan bantuan khusus. 2. Sebagaimana yang dinyatakan dalam Deklarasi Hak-hak anak, "anak karena tidak memiliki kematangan jasmani dan mentalnya, memerlukan pengamanan dan pemeliharaan khusus termasuk perlindungan hukum yang layak, sebelum dan sesudah kelahiran." 3. Di semua negara bagian di dunia, ada anak-anak yang hidup dalam keadaan yang sulit, dan bahwa anak-anak seperti itu membutuhkan perhatian khusus. Menurut Ki Hajar Dewantara mengingatkan bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, sekolah dan pemerintah (Suyanto, 2005:225) oleh karena itu upaya untuk memberikan pelayanan kepada anak yang berkebutuhan khusus hendaknya melibatkan : (1) kerja sama dengan orang tua, (2) kerja sama antara guru, (3) kerja sama organisasi profesional, (4) kerja sama dengan masyarakat. Dari berbagai upaya di atas diharapkan anak-anak berkebutuhan khusus mendapatkan pelayanan khusus sesuai dengan hak-haknya. Sehingga anak tidak akan kehilangan hak-haknya untuk mengembangkan potensi secara optimal. Dengan demikian anak berkebutuhan khusus dapat mengembangkan potensinya seperti anak-anak lain untuk membekali hidupnya serta dapat bermanfaat bagi dirinya, lingkungan, dan masyarakat.

C. PENUTUP

1. Simpulan Anak berkebutuhan khusus hendaknya memperoleh pelayanan secara khusus. Apapun upaya untuk memberikan pelayanan kepada anak-anak berkebutuhan khusus di antaranya: (1) menindaklanjuti landasan yuridis, (2) menindaklanjuti Konvensi hak anak, (3) Melakukan kerjasama dengan orang tua, guru, organisasi profesional, dan masyarakat.



k.artikel 11

Pemerintah Daerah Diminta Komitmen Biayai Pendidikan Gratis

Selasa, 14 April 2009 17:14 WIB

TEMPO Interaktif , Jakarta: Pemerintah daerah diminta berkomitmen membiayai pendidikan gratis di daerah masing-masing. "Tanpa komitmen pemerintah daerah, pendidikan gratis tidak akan terwujud,' kata Koordinator Divisi Advokasi Publik Indonesian Corruption Watch Ade Irawan di Jakarta, Selasa (14/4).Pada acara Rembuk Nasional Pendidikan 2009, Februari lalu Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo menyatakan tidak boleh ada pungutan lagi dalam proses pembelajaran pendidikan dasar sembilan tahun. Sekolah di sekolah negeri sampai sembilan tahun dijamin gratis, kecuali sekolah yang menjadi rintisan sekolah bertaraf internasional/sekolah bertaraf internasional.Selama ini, kata Ade, pemerintah pusat memang telah mensubsidi pendidikan dasar melalui Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Namun jumlahnya, lanjut dia, tidak mencukupi. Pemerintah mengalokasikan BOS untuk siswa sekolah dasar di kabupaten sebesar Rp 397 ribu/siswa/tahun, dan siswa sekolah dasar di perkotaan sebesar Rp 400 ribu/siswa/tahun.Sedangkan untuk siswa sekolah menengah pertama di kabupaten sebesar Rp 570 ribu/siswa/tahun dan untuk siswa yang ada di perkotaan sebesar Rp 575 ribu/siswa/tahun."Tidak pernah ada penjelasan dari pemerintah pusat perhitungan dana itu datangnya dari mana, karena kalau dibandingkan kebutuhan minimal siswa per tahun, angka itu sangat kecil," kata Ade lagi.Padahal, jelas Ade, badan penelitian dan pengembangan Departemen Pendidikan Nasional pada 2006 sudah menghitung kebutuhan minimal satu orang siswa untuk tingkat sekolah dasar Rp 1,8 juta/tahun, dan kebutuhan siswa tingkat sekolah menengah pertama yaitu Rp 2,7 juta/tahun.

l.artikel 12

Anak Indonesia Desak Pemerintah Bentuk Kementerian Khusus Anak

Minggu, 24 Juli 2005 10:53 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Anak-anak Indonesia menuntut kepada pemerintah untuk membentuk kementerian khusus yang menangani masalah anak. Tuntutan itu disampaikan dua perwakilan anak Indonesia saat membacakan ‘Naskah Anak Indonesia’ pada peringatan Hari Anak Nasional yang dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Minggu (24/7). Acara yang disiarkan langsung TVRI itu dipusatkan di Sasono Langen Budoyo, Taman Mini Indonesia Indah. Ribuan perwakilan anak dari 31 Provinsi dan wilayah Jabotabek, serta sejumlah menteri Kabinet Persatuan Indonesia menghadiri acara tersebut. Selain menuntut kementerian khusus, ‘Naskah Anak Indonesia’ yang merupakan hasil Kongres Anak Indonesia yang diikuti 350 anak dari 31 Provinsi, juga mencantumkan enam tuntutan lainnya, yaitu mendesak semua pihak untuk mensosialisaikan dan merealisasikan Undang Undang Perlindungan Anak Nomor 23 tahun 2002, mendesak pemerintah untuk memberikan pemenuhan gizi dan menyediakan pelayanan kesehatan gratis bagi anak secara merata dan meningkatkan pelayanan kesehatan. Berikutnya, anak-anak Indonesia mendesak pemerintah memberikan fasilitas pelayanan pendidikan gratis dan berkualitas, serta memberikan akte kelahiran gratis, mengganti nama lembaga pemasyarakatan anak dengan nama lain yang mencerminkan keberpihakan pada perlindungan anak dan kepentingan terbaik pada anak, serta memberikan penambahan remisi khsusus pada anak yang berhadapan dengan masalah hukum. Anak Indonesia juga mendesak semua pihak memberikan kesempatan kepada anak untuk ikut berpartisipasi dalam mengambil kebijakan yang menyangkut kepentingan terbaik bagi anak. Khusus kepada kalangan pengelola media massa, anak Indonesia mendesak agar mereka menyajikan tayangan yang mendidik, bebas dari unsur pornografi dan pornoaksi. Setelah dibacakan, naskah tersebut diberikan kepada Presiden Yudhoyono.

m.artikel 13

Layanan Pendidikan Untuk Kaum Marginal Masih Terabaikan

Minggu, 29 April 2007 16:15 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Direktur Direktorat Pendidikan Kesetaraan Departemen Pendidikan Nasional Ella Yulaelawati mengatakan layanan pendidikan bagi kaum marginal masih sangat minim. Beasiswa yang selama ini digulirkan pemerintah untuk membantu kaum marginal juga dinilai tidak efektif."Tidak cukup hanya dengan pemberian beasiswa. Pendidikan untuk kaum marginal harus dilakukan dengan empati," katanya dalam seminar dan sosialisasi pendidikan kesetaraan di Aula Masjid Baitussalam, Jakarta, Minggu (29/04).Menurutnya, layanan pendidikan yang bersifat empati, salah satunya adalah dengan menggalakkan program pendidikan kesetaraan bagi kaum marginal. Selain lebih efektif, pendidikan kesetaraan juga dianggap lebih fleksibel dan tepat diterapkan pada kaum marginal. Sebab, selain bersifat nonformal, pendidikan kesetaraan juga mengajarkan keterampilan dasar yang dapat melatih peserta didiknya untuk lebih siap dalam menghadapi dunia kerja. "Dalam pendidikan kesetaraan, yang diajarkan bukan hanya keseriusan, tapi juga bermain. Bukan hanya logika, tapi juga empati," katanya.Pendidikan kesetaran merupakan pendidikan nonformal yang mencakup program Paket A (setara dengan Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiah), Paket B (setara dengan Sekolah Menengah pertama atau Madrasah Tsanawiyah), serta Paket C (setara Sekolah Menengah Umum atau Madrasah Aliyah). Hasil pendidikan nonformal dihargai setara dengan hasil pendidikan formal, setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah atau pemerintah daerah. Sehingga, setiap peserta didik yang lulus ujian kesetaraan berhak melanjutkan pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi. "Status kelulusan Paket C mempunyai hak eligibilitas yang setara dnegan pendidikan formal dalam memasuki perguruan tinggi atau lapangan kerja," katanya.Ia manambahkan, pendidikan kesetaraan bukanlah hal yang baru. Ia mencontohkan, sebanyak 1,1 juta siswa di Amerika Serikat memilih pendidikan di sekolah rumah. Sedangkan di Inggris, sekitar 90 ribu orang memilih belajar di rumah daripada disekolah. "Hal yang sama juga terjadi Kanada dan Selandia Baru," katanya.Di Indonesia sendiri, peserta didik pendidikan kesetaraan Paket B pada 2007 tercatat 535,072 orang. Angka ini jauh lebih tinggi dari jumlah peserta didik pendidikan kesetaraan pada 2003 yang hanya berjumlah 259,360. Sedangkan peserta didik pendidikan kesetaraan Paket A tahun ini berjumlah 105,468 orang. Jumlah kelulusan Paket B pada 2006 tercatat 310,287 orang dan Peket A sebanyak 27,821 orang. Untuk meningkatkan layanan pendidikan kesetaraan, ia menambahkan, Departemen Pendidikan Nasional telah menganggarkan dana sebesar Rp 260 ribu untuk setiap peserta didik Paket A per tahun dan Rp 238 ribu untuk peserta didik Paket B per tahun. Sedangkan untuk penyelenggara pendidikan kesetaraan, departemennya akan membantu dana sebesar Rp 1,8 juta per tahun untuk Paket A dan 2,4 juta per tahun untuk Paket B.Selain mensosialisasikan pendidikan kesetaraan, ia juga memberikan bantuan berupa satu unit mobil kepada Yayasan Al Hikmah untuk menjalankan program pendidikan kesetaraan. Acara ini juga dihadiri Anggota Komisi X DPR Aan Rohanah dari Fraksi PKS dan Ahli bidang pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta Sukro Muhab.Dwi Riyanto Agustiar5.Tangerang Bebaskan Biaya Pendidikan 33.794 Pelajar MiskinSenin, 20 Oktober 2008 14:57 WIBTEMPO Interaktif, Tangerang:Pemerintah Kota Tangerang membebaskan biaya pendidikan kepada sebanyak 33.794 pelajar sekolah negeri dan swasta. Mereka dibebaskan dari biaya karena orang tuanya memiliki kartu multiguna. Kartu ini diperuntukan bagi keluarga yang tergolong miskin dan kurang mampu.Ke-33.794 pelajar itu terdiri atas pelajar SD negeri sebanyak 24.505, SD swasta sejumlah 5.655, SMP negeri 168 pelajar, SMP swasta 816 pelajar, SMA negeri 750 pelajar, SMA swasta sebanyak 950 pelajar. Selanjutnya, pelajar SMK negeri sejumlah 150 dan SMK swasta sebanyak 710 pelajar."Mereka akan menikmati bantuan biaya pendidikan selama satu tahun, terhitung mulai Oktober 2008 sampai dengan Oktober 2009 mendatang," kata Sekretaris Daerah Kota Tangerang, Harry Mulya Zein Senin (20/10).Setelah itu, dijelaskan Harry, kartu multiguna yang habis berlakunya akan diperbaharui kembali.Untuk mendapatkan biaya pendidikan itu, pelajar yang bersangkutan hanya perlu membawa fotocopy kartu multiguna dan menyerahkan kepada sekolah. Selanjutnya, pihak sekolah akan menyerahkan data tersebut kepada Dinas Pendidikan. Ayu Cipta

n.artikel 14

Pemerintah Diminta Lebih Serius Layani Pendidikan Khusus

Senin, 13 April 2009 12:14 WIBTEMPO Interaktif, Jakartangamat Pendidikan Utomo Dananjaya meminta pemerintah lebih serius melayani anak Indonesia yang membutuhkan pendidikan layanan khusus. Selama ini, kata Utomo, pendidikan layanan khusus dilakukan oleh masyarakat lewat yayasan atau lembaga swadaya masyarakat. Padahal, ia melanjutkan, pemerintah lah yang harus menanggung beban anak Indonesia berkebutuhan khusus ini."Pemerintah harus menyiapkan anggaran yang cukup untuk pendidikan layanan khusus, pemberian tanggung jawab kepada lembaga/masyarakat tidak cukup, tidak ada jaminan pendidikan akan terus berlanjut," kata Direktur Institute of Education Reform in, Senin (13/4).Utomo menganggap pemerintah saat ini lebih bangga memberikan layanan pendidikan khusus untuk anak cerdas, sedangkan untuk anak miskin cenderung diabaikan. "Pemerintah bersikap diskriminatif pada anak miskin dan tertinggal," katanya.Sebelumnya, Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa Ekodjatmiko Sukarso menyatakan sekitar tiga juta anak Indonesia kesulitan mengakses layanan pendidikan formal (sekolah reguler). Anak-anak itu terdiri dari 2,6 juta orang pekerja anak, 15 ribu orang anak yang lahir di daerah transmigrasi, dan ada 2000 an anak lain yang tersebar di 18 lembaga pemasyarakatan anak.Selain itu, ada pula anak-anak korban perdagangan orang, anak-anak yang besar di daerah konflik, anak-anak yang hidup di lokasi pelacuran, anak dengan HIV/AIDS, dan anak putus sekolah karena kemiskinan/budaya.REH ATEMALEM SUSANTI

o.artikel 15

Tangerang Bebaskan Biaya Pendidikan 33.794 Pelajar Miskin

Senin, 20 Oktober 2008 14:57 WIBTEMPO Interaktif, Tangerang:Pemerintah Kota Tangerang membebaskan biaya pendidikan kepada sebanyak 33.794 pelajar sekolah negeri dan swasta. Mereka dibebaskan dari biaya karena orang tuanya memiliki kartu multiguna. Kartu ini diperuntukan bagi keluarga yang tergolong miskin dan kurang mampu.Ke-33.794 pelajar itu terdiri atas pelajar SD negeri sebanyak 24.505, SD swasta sejumlah 5.655, SMP negeri 168 pelajar, SMP swasta 816 pelajar, SMA negeri 750 pelajar, SMA swasta sebanyak 950 pelajar. Selanjutnya, pelajar SMK negeri sejumlah 150 dan SMK swasta sebanyak 710 pelajar."Mereka akan menikmati bantuan biaya pendidikan selama satu tahun, terhitung mulai Oktober 2008 sampai dengan Oktober 2009 mendatang," kata Sekretaris Daerah Kota Tangerang, Harry Mulya Zein Senin (20/10).Setelah itu, dijelaskan Harry, kartu multiguna yang habis berlakunya akan diperbaharui kembali.Untuk mendapatkan biaya pendidikan itu, pelajar yang bersangkutan hanya perlu membawa fotocopy kartu multiguna dan menyerahkan kepada sekolah. Selanjutnya, pihak sekolah akan menyerahkan data tersebut kepada Dinas Pendidikan. Ayu Cipta

Tidak ada komentar: